Rabu, 22 April 2015

Kereta Terakhir

Satu tahun yang lalu, perusahaan ku mengadakan pesta malam tahun baru di kota. Saat pesta nya usai, aku pergi untuk mengambil tempat duduk di kereta terakhir untuk pulang pada malam itu. Aku duduk di kursi ku dan menatap keluar jendela pada lampu-lampu kota yang berkedip.
Setelah beberapa saat, aku melihat satu-satu nya penumpang lain yang ada di gerbong adalah seorang pria yang mengenakan jas hujan berwarna hitam. Ia duduk dibeberapa garis didepan ku dan kepala nya menunduk kebawah, ia tampak telah tertidur. Aku juga cukup mengantuk dan kelopak mataku mulai merasa sangat berat, tidak begitu lama sampai aku tertidur juga.
Beberapa menit kemudian, aku tersentak dan kemudian terbangun oleh suara kereta. Saat aku membuka mata, sesuatu tampak berbeda. Aku tidak begitu yakin, tapi tampak nya seolah-olah orang yang ada didepan ku itu satu kursi lebih dekat padaku. Aku berpikir mungkin aku hanya membayangkan hal-hal yang tidak-tidak dan kemudian aku berkata pada diriku untuk tidak terlalu paranoid. Tidak lama setelah itu, aku tertidur kembali.
Setelah beberapa detik kemudian, aku merasakan ada hal yang begitu aneh dan perasaan tidak enak di perutku. Maka aku membuka mataku, kali ini, pria Itu tampak nya telah pindah lebih dekat dengan ku. Namun, aku tidak begitu yakin. Hal itu benar-benar menggangguku.
Aku memutuskan untuk mencoba mencari tahu apa yang ia lakukan dan melihat apakah pemikiran ku itu benar. Rencana ku adalah untuk pura-pura tertidur lagi, tapi sebelah mataku terbuka sedikit, hanya untuk mengetahui apa yang sedang ia lakukan.
Dia hanya sedang duduk disana, tidak bergerak sedikit pun. Aku bisa merasakan bahwa ia sedang menatapku, tetapi ia tidak bergerak se inchi pun. Aku hendak ingin bernapas lega, tetapi aku mendengar ia menggumamkan sesuatu, aku bisa mendengar apa yang ia katakan berulang-ulang :
"Jangan tertipu. Dia hanya sedang berpura-puta...... Jangan tertipu. Dia hanya sedang berpura-pura....."
Hal itu membuatku begitu ketakutan. Jantungku mulai berdebar. Meskipun aku takut akan akalku. Aku tetap berpura-pura menundukkan kepala, pura-pura tertidur dan sangat berharap kereta akan segera mencapai stasiun.
Ketika kereta berhenti dan pintu keluar pun terbuka, aku menunggu waktu yang tepat, saat pintu hampir tertutup aku bergegas melompat keluar ke peron.
Aku mendengar pintu kereta telah tertutup dibelakang ku, dan kemudian aku membalikkan badanku. Saat kereta pergi menjauh dari stasiun, aku melihat pria yang mengenakan jas hujan hitam itu berdiri, wajah nya berada dekat dengan jendela, tampak nya ia begitu kesal dan marah, dan ditangan nya ia sedang memegang pisau.
Semenjak saat itu, aku tidak pernah mengambil kereta terakhir untuk pulang apalagi sendirian.

Air Minum

Ada seorang gadis kecil yang tinggal di gedung apartemen. Suatu hari, dia bilang pada ibunya kalau dia ingin pergi keluar untuk bermain dengan teman-temannya. Beberapa jam kemudian, ketika ibu si gadis pergi untuk mencari anaknya untuk makan malam, dia menyadari bahwa anaknya tidak ada dimanapun.
Si ibu menanyakan kepada semua anak-anak yang tinggal di apartemen mengenai keberadaan anaknya. Mereka mengatakan kalau mereka tidak melihat anaknya seharian ini. Kenyataan pahitnya anak itu telah hilang.
Orang tua si gadis menelepon polisi dan pencarian dilakukan di sekitar apartemen. Orang-orang yang tinggal di apartemen turut membantu pencarian, namun tidak membuahkan hasil. Pada akhirnya, si gadis tidak pernah ditemukan.
Tiga bulan kemudian, penghuni komplek apartemen mulai mengeluhkan pasokan air minum di apartemen. Ketika mereka menyalakan kran air, mereka menyadari ada aroma aneh dari airnya.
Pelan tapi pasti, manajer apartemen mulai menerima keluhan lebih banyak lagi dari penghuni apartemen tentang rasa dan bau air minum mereka. Si manajer memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini, dia menyuruh petugas kebersihan untuk memeriksa air dari tangki penyimpanan di lantai paling atas gedung apartemen.
Petugas kebersihan pergi ke atas dan mulai melepas tutup tangki satu per satu dan memeriksa kandungan kimia dari airnya. Ketika dia memeriksa tangki yang terakhir, dia mengangkat tutup tangki seketika bau busuk menyengat dari dalam tangki. Terlihat tubuh anak-anak yang sudah busuk mengambang di dalam tangki.
Setelah polisi mengautopsi mayat tersebut, mereka mengkonfirmasi bahwa itu adalah mayat si gadis yang menghilang selama tiga bulan sebelumnya.
Diperkirakan dia sedang bermain diatas gedung ketika tutup tangki air sedang terbuka. Kelihatannya, dia melihat ke dalam tangki dan secara tidak sengaja terjatuh dan tenggelam di air.
Mayat gadis itu mengambang disana, tidak terusik, selama tiga bulan lamanya.
Dan selama tiga bulan, para penghuni apartemen tidak mengetahui bahwa mereka meminum air dari tempat mayat si gadis membusuk.

Ada Kaki Seribu di Rumah

Semua orang yang mengenalku bilang aku sangat sensitif dan penjijik. Aku tak tahan dengan keberadaan serangga atau makhluk-makhluk merayap seperti laba-laba, lipan, kelabang dan sebagainya. Aku bahkan takut dengan kupu-kupu, karena aku tak suka rasa menggelitik jika hewan itu terbang di dekat kepalaku atau hinggap di anggota tubuhku. Aku selalu menyediakan kaleng penyemprot serangga di rumah, kapur pencegah semut dan kecoa, serta sepatu atau buku sampul keras tebal di dekatku untuk persiapan jika menemukan makhluk-makhluk semacam itu.
Rumahku terhitung baru dan berada di lokasi yang cukup bagus; berada di lokasi perumahan baru di daerah lembah yang baru saja dibuka (kami bisa melihat beberapa petak gundul untuk pembangunan di tengah warna hijau di kejauhan; sedikit menyedihkan juga, tapi kami tetap senang mendapat rumah di daerah yang begitu indah). Aku dan suamiku baru membelinya setahun lalu setelah putri kami lahir, dan semua bagian rumah dalam keadaan sempurna, tanpa retakan, bagian yang lembab atau rapuh dan sebagainya. Jadi, untungnya, aku tak pernah mengalami masalah serangga atau hewan merayap yang parah. Biasanya hanya nyamuk atau lalat, dan terkadang kupu-kupu atau capung, tetapi jarang (aku sengaja tidak menanam terlalu banyak di kebunku untuk mencegah kedatangan mereka). Akan tetapi, semuanya berubah setelah kedatangan lipan ini.
Saat itu akhir pekan, dan aku berniat memasak makan siang istimewa untukku dan suamiku. Ketika memotong-motong wortel dan bawang untuk membuat meatloaf, aku merasakan sesuatu menggelitik permukaan kakiku yang hanya mengenakan sandal bertali tipis; rasanya agak tajam menggigit walau tak terlalu sakit. Aku spontan menengok ke bawah, dan terperanjat melihat seekor lipan merayapi kakiku, dan di saat yang sama, kurasakan bilah tajam pisau dapur mengiris jariku.
Aku menjerit dan langsung mundur, tanpa sengaja membuat talenan berisi potongan wortel dan bawang terjatuh ke lantai. Lipan! Menjijikkan sekali! Dan makhluk itu baru saja merayapi kakiku! Rasa gemetar merayapi sekujur badanku ketika kulihat lipan itu merayapi sisi antara lantai dan bagian bawah meja dapur, mungkin mencari sudut gelap untuk bersembunyi. Rasa sakit yang berdenyut dan darah yang menetes dari jariku yang teriris, ditambah kebencianku pada lipan dan makhluk sejenisnya, membuatku mendadak marah. Kurang ajar sekali lipan itu! Ia sudah membuatku terluka dan sekarang ingin seenaknya menjajah rumahku dengan mengincar sudut gelap untuk sembunyi. Tak akan kubiarkan! Dengan geram, kusambar talenan di lantai, dan ketika lipan itu merayap sedikit ke tengah lantai ubin, kujatuhkan talenan kayu berat itu tepat ke atasnya.
Samar-samar terdengar suara derak lembut memuakkan saat tubuhnya remuk di bawah talenan itu. Aku mengangkat sisi talenan yang tebal dan mengangkatnya, menjatuhkannya lagi beberapa kali untuk memastikan. Ketika perlahan kubalik talenan itu, aku semakin jijik. Tubuh lipan itu gepeng dan remuk; darah berwarna gelap bercampur dengan serpihan-serpihan tubuhnya menempel di lantai maupun talenanku. Walaupun menjijikkan, entah kenapa aku tak bisa mengalihkan pandanganku. Mungkin karena ini pengalaman pertamaku membunuh lipan? Makhluk yang kematiannya bisa kulihat langsung dan memberi efek lebih besar padaku ketimbang sekedar menyemprot nyamuk dengan obat serangga? Entahlah. Yang jelas, rasa jijikku entah kenapa berubah menjadi kasihan. Bayangkan, lipan itu tadinya hanya merayap santai, namun tiba-tiba saja, tanpa peringatan, hidupnya berakhir di bawah talenan kayu berat. Mungkin saja ia salah satu hewan yang berusaha menghindari pembukaan hutan lembah untuk perumahan ini. Akan tetapi, melihat kepalanya yang sedikit bergerak membuat rasa kasihanku lenyap, diganti kejijikan. Kujatuhkan lagi talenan itu.
Suamiku sempat bertanya kenapa jariku luka (kubilang aku teriris pisau, memang benar), dan sempat agak heran ketika aku minta dibelikan talenan baru, padahal yang lama masih bagus ("tidak bagus memakai talenan kayu untuk makanan basah terlalu lama," alasanku). Tapi, sejauh itu, tidak ada yang aneh. Kami menikmati makan siang kami, dilanjutkan dengan menonton koleksi film klasik kami hingga petang hari, sambil sesekali mengecek putri kami yang tidur di kamar. Aku pun tak memikirkannnya lagi.
Hari Senin, ketika aku malas-malasan menyibak selimut, kulihat sesuatu berwarna gelap terlempar dari balik selimut ke kasur. Aku menoleh, dan langsung waspada sepenuhnya. Dan menjerit. "Lipan!"
Suamiku terperanjat ketika aku melompat bangun begitu mendadak, dan bertanya "ada apa?"
"Lipan! Ada lipan di selimut! Dia jatuh ke arahmu!"
Suamiku bangun dan segera mengecek semua bagian selimut dan kasur, sementara aku mengintip dari balik kamar mandi. "Tak ada apa-apa," ujarnya. "Kau masih setengah tidur, barangkali. Aku sudah mengecek lantai, juga tak ada apa-apa."
"Tidak! Aku benar-benar melihatnya! Tadi ada lipan di situ! Menjijikkan! Aku tak mau tidur di kasur itu."
Suamiku menenangkanku. Dia bilang, dia akan mengganti semua sprei dan selimut dan bahkan membalik kasur kalau aku mau. Aku merasa sedikit tenang, dan masuk ke kamar mandi untuk menggunakan toilet serta mencuci muka. Ketika aku membuka tutup kloset, aku menjerit. Ada seekor lipan besar di dalamnya, menggeliat-geliut setengah terendam seolah berusaha memanjat keluar. Aku menjerit dan cepat-cepat menggelontor kloset, merapat ke dinding sementara lipan itu terguyur. Menjijikkan! Menjijikkan! Aku segera berlari keluar sambil menangis, berkata pada suamiku bahwa aku tak enak badan gara-gara melihat lipan dua kali di pagi hari.
"Baiklah, baiklah, kau mau tiduran saja hari ini? Aku bisa belikan makan malam nanti sepulang kerja...."
"Aku tak mau tidur di kamar ini," kataku pendek.
Akan tetapi, masalah belum selesai bagiku. Aku mulai melihat lipan dimana-mana. Sore itu, aku menemukan seekor saat hendak mencuci tangan di wastafel dapur; kepalanya menonjol keluar dari lubang wastafel dan menggeliat-geliut menjijikkan. Aku segera mengguyurnya. Malamnya, saat mengambil cangkir dari lemari saat hendak membuat teh, kulihat seekor lipan kecil merayap di dalamnya, dan aku melemparnya sejauh mungkin hingga pecah, lalu menangis. Suamiku bertanya apakah aku tidak berlebihan, namun aku marah sekali dengan pertanyaan itu sehingga menolak bicara dengannya sepanjang malam. Hari-hari berikutnya jauh lebih buruk. Saat hendak memakai selop, kulihat kepala seekor lipan menonjol dari balik selop sebelah kiri. Saat hendak mandi, beberapa lipan kecil jatuh dari lubang-lubang pancuran bercampur air panas. Saat mau makan sereal, lipan jatuh bersama guyuran susu dari kotak. Saat mau mengambil barang dari tas, tanganku selalu menyentuh paling tidak satu lipan. Yang paling parah, kini saat hendak menyisir rambut, aku kerap menemukan lipan terselip di antara gigi sisir, dan bahkan sekali ada satu yang berhasil merayap di antara rambutku sebelum aku menyadarinya. Aku ingat menjerit-jerit parah dan membeli sisir baru setelahnya, tetapi hal yang sama selalu terjadi tak peduli berapa kalipun aku membeli sisir. Aku mulai sering mengelabang rambutku sehingga tak mudah kusut atau berantakan, dan aku tak perlu menyisirnya.
Suamiku mulai mengkhawatirkanku. Ia kini lebih sering menggantikanku mengurus bayi kami, karena aku begitu stres lantaran menemukan lipan dimana-mana. Anehnya, lipan-lipan itu selalu menghilang dengan cepat setiap kali aku berteriak meminta suamiku untuk melihatnya. Setelah 3 minggu mengalami hal tersebut, aku akhirnya minta pindah rumah, tapi suamiku (yang mulai sama stresnya denganku), membentak, "jangan ngawur. Aku tahu kau biasanya sensitif terhadap binatang kecil, tapi ini sudah tidak lucu lagi! Tidak segampang itu kita pindah dari rumah yang sudah kita beli bersama-sama ini! Menurutku, solusinya bukan pindah, kau yang harus menemui terapis!" Kami bertengkar hebat hari itu, dan suamiku menghabiskan waktu lama sekali di kantor.
Aku merasa kesepian, meringkuk di ruang tamu, di atas sofa yang bantal-bantalnya sudah kusingkirkan agar bisa mengurangi tempat sembunyi untuk lipan. Aku tidak memasak hari itu; setelah membuatkan bayiku susu, aku memesan pizza super tipis dan renyah (ya, aku takut ada lipan dalam adonan jika aku memesan pizza tebal), dan memotong-motongnya dengan pisau dapur serta memakannya tanpa semangat. Aku merasa bersalah sudah bertengkar dengan suamiku. Tapi ia tak memahamiku! Atau mungkinkah aku yang terlalu berlebihan? Mungkin aku hanya kelewat merasa bersalah karena membunuh seekor lipan, dan karena merasa jijik dan trauma, hal itu membekas di benakku sehingga menimbulkan halusinasi. Ya, pasti begitu. Mungkin suamiku benar. Mungkin aku harus menemui terapis. Ah, kurasa aku harus minta maaf padanya. Bagaimanapun, ia marah karena ia mengkhawatirkanku. Ketika suamiku pulang larut malam itu, aku menghambur ke arahnya dan memeluknya, bergumam minta maaf sambil berkata aku mencintainya dan ya, aku akan menemui terapis.
Suamiku nampak lega sekali, dan ia balas memelukku, lantas mengangkat daguku dengan jarinya dan menciumku. Rasanya sudah lama sekali kami tidak berciuman seperti ini. Suamiku mungkin juga merindukanku, karena ia mendadak mendorongku ke arah sofa, dan menjatuhkan tubuh kami berdua di atasnya. Kami berciuman lama sekali, dan kurasakan suamiku menjulurkan lidahnya masuk ke mulutku...
...dan kurasakan sesuatu merayapi permukaan lidahku, serta sesuatu yang agak runcing bergerak-gerak menyentuh langit-langit mulutku. Samar-samar aku keheranan, namun kemudian, aku sadar...ini bukan lidah. Ini lipan. Lipan besar menyaru sebagai lidah suamiku.
Aku menjerit dan berontak, mendorong suamiku sampai terjatuh dari sofa. Suamiku terkejut dan berteriak, "ada apa!?" Tapi aku tak mendengarnya, dan sibuk meludah-ludah. Lipan-lipan itu akhirnya menguasainya! Aku melihat kepala lipan itu sekarang, menyembul dari mulut suamiku; besar, tebal, dengan warna coklat gelap dan kaki-kaki kuning, lidah paling menjijikkan sedunia. Dan mereka mau masuk ke tubuhku!
"Ada apa denganmu!?" Teriak suamiku, nampak cemas, dan berusaha menghampiriku.
Aku tak percaya kekhawatiran palsunya. Dia bukan lagi suamiku! Dengan campuran rasa marah dan jijik, kuambil pisau yang tadi kupakai memotong pizza, dan kuarahkan ke makhluk yang kini bersarang di lidah suamiku sekuat tenaga. Kurasakan kepuasan ketika ujung pisau mengenai lipan itu, membuat darahnya muncrat dan mengeluarkan suara tercekik. Aku terus menikam dan menikam hingga makhluk itu remuk berlumuran darah. Beres sudah!
Aku menyeka keningku yang berkeringat dan sedikit lengket oleh darah, lalu terpandang olehku tubuh suamiku, dengan mulut yang sudah berubah menjadi gumpalan merah dan mata mendelik. Aku menatapnya, lantas menangis. Maafkan aku, suamiku! Aku ingin memebaskanmu dari makhluk menjijikkan yang sudah menguasai lidahmu itu! Aku lebih suka kau mati sebagai manusia, daripada hidup dengan lipan sebagai lidahmu! Aku menangis selama beberapa saat, sebelum berdiri. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan dengan tubuh suamiku, tapi aku ingin melihat putriku dulu sebelum memikirkannya. Aku butuh ketenangan.
Aku berjalan menuju kamar bayi, dan melihat putriku tertidur dengan wajah damai. Putriku yang cantik, yang manis dan lucu; hanya dengan menggendong dan menatapnya saat tidur saja sudah memberiku ketenangan tersendiri. Aku mengangkat tubuhnya perlahan, lalu mendekatkannya ke dadaku dan mengayunkannya pelan sambil bersenandung. Akan tetapi, sesuatu menghentikan senandungku. Samar-samar, aku mendengarnya; suara 'klik-klik' kaki-kaki lipan yang merayap. Lipan yang besar, kurasa.
Aku menoleh kanan-kiri dan memeriksa lantai untuk melihat dari mana asal suara itu. Akan tetapi, aku tak melihat lipan dimana-mana, walau suara 'klik-klik' itu sangat jelas terdengar. Ketika mendekap tubuh putriku makin erat, aku tersadar dan membeku di tempat. Lantas, kudekatkan telingaku ke tubuhnya.
Suara itu keluar dari dalam dada putriku.

Kursi Roda

Seorang nyonya tua tinggal sendiri di sebuah mansion dua lantai pada pertengahan tahun 1984. Ia menderita lumpuh dari bagian pinggang ke bawah dan perempuan itu harus duduk di kursi roda. Perempuan itu tak mampu bergerak atau mengurus dirinya sendiri. Sejak kematian suaminya, ia mempekerjakan seorang perawat yang akan mengunjunginya setiap hari untuk membantu menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah.
Apa yang membuatnya menjadi lebih buruk lagi, adalah fakta bahwa kedua lantai di rumah itu hanya dihubungkan oleh satu-satunya tangga kayu yang sudah lapuk. Tiap kali Si Nyonya Tua ingin naik ke lantai atas, atau turun ke lantai satu, si perawat akan membantunya dan menggendong tubuh si nenek yang lunglai seperti anak bayi, naik dan menuruni tangga.
Suatu hari kepolisian menerima panggilan telepon dari si nenek yang terdengar panik. Telah terjadi pembunuhan di rumah itu. Semua unit polisi sedang bertugas, dan karena pembunuh telah melarikan diri, mereka hanya mengirim seorang detektif untuk melakukan penyelidikan di tempat kejadian.
Ketika detektif tiba, ia segera menemukan jasad si perawat telah terbujur di lantai dalam kolam darah. Lengan dan kedua kakinya terkulai dalam posisi yang tak wajar dan batang lehernya tersayat. Si Nyonya Tua masih duduk di atas kursi roda di puncak tangga, diam dan raut wajahnya ketakutan dan ia tetap memerhatikan sang detektif. Laki-laki itu mencoretnya dari daftar dugaan pelaku, karena ketidakmampuan si wanita untuk menaiki atau menuruni tangga, dan karena ia terjebak di atas dan tak bisa turun ketika si pembunuh datang. Kejadian ini mirip dengan kematian suaminya beberapa tahun lalu, yang meninggal tercekik di sofa lantai bawah.
Sang detektif mengenakan sarung tangannya, mengambil beberapa foto, mengumpulkan barang bukti, dan menutupi jasad si perawat hingga petugas koroner tiba untuk memeriksa. Ia melihat ke setiap ruangan di lantai bawah guna menemukan petunjuk, dan bertanya pada Si Nyonya Tua apakah ia boleh naik ke lantai atas. Perempuan itu menyatakan bahwa ia terus berada di lantai atas sepanjang hari dan tak ada orang lain di lantai atas selain dirinya. Bagaimanapun, sang detektif tetap menaiki tangga dan perempuan itu dengan ragu-ragu memberinya izin.
Di lantai dua, terdapat sebuah koridor sempit yang memanjang dengan tiga buah pintu. Sang detektif kemudian memeriksanya satu persatu. Laki-laki itu tidak menemukan apapun, hanya sebuah kamar tidur kosong, dan toilet. Laki-laki itu semakin penasaran ketika ia hendak memeriksa kamar terakhir di mana Si Nyonya Tua tidur. Ia membukanya dan semuanya kelihatan normal; kasur besar, sebuah lemari, dan meja kecil di samping ranjang dan sebuah lampu di atasnya. Sang detektif memeriksa dengan teliti setiap bagian dinding di kamar itu dan ia merasa takut; ia memang tidak menemukan apa-apa, tapi sesuatu yang tidak ia temukan itu membuat jantungnya berdegup kencang dan laki-laki itu menarik pistol dari ikat pinggangnya. Mereka telah melewatkan hal ini dalam investigasi kematian sang suami sebelumnya.
Tak ada telepon di lantai atas.
Sang detektif bergegas kembali ke koridor menuju tangga. Ketika sampai, ia tak menemukan apapun kecuali kursi roda yang telah kosong.

Kamis, 16 April 2015

Entertainment Software Rating Board


Karena saya (blog owner) suka bermain game di console-console terkenal, jadi hari ini saya akan menjelaskan jenis-jenis rating dalam sebuah game.

Entertainment Software Rating Board (ESRB) adalah sebuah organisasi regulator mandiri yang menilai permainan video, panduan periklanan, prinsip privasi daring permainan video dan perangkat lunak hiburan lainnya di Kanada dan Amerika Serikat.

ESRB dibentuk pada tahun 1994 oleh Entertainment Software Association (sebelumnya Interactive Digital Software Association). Sejak tahun 2003, ESRB telah menilai 8.000 permainan yang diproduksi oleh 350 penerbit permainan video.

Salah satu alasan dibentuknya ESRB adalah karena kekerasan di dalam permainan seperti Mortal Kombat dan Doom, dan juga permainan video kontroversial lainnya yang mengandung hal-hal seksual.

 Rating Pending (RP) berlaku sejak tahun 1994. Permainan atau bahan belum didaftarkan.
Early Childhood (EC) berlaku sejak tahun 1994. Permainan yang dikhususkan untuk anak usia dini dan sarat nilai pendidikan.
Everone (E) berlaku sejak tahun 1994 (anak-anak sampai dewasa). Permainan untuk semua umur.


Everyone 10+ (E10+) berlaku sejak bulan Maret tahun 2005. Hanya untuk usia 10 tahun ke atas.
Teen (T) berlaku sejak tahun 1994. Hanya dikhususkan untuk remaja.
Mature (M) berlaku sejak tahun 1994. Hanya dikhususkan untuk usia 17 tahun ke atas.
Adults Only (AO) berlaku sejak tahun 1994. Hanya untuk dewasa



Kamis, 09 April 2015

Samurai Heart (Some Like it Hot)

https://www.youtube.com/watch?v=VK88KuaCLZs
 Video diatas adalah video cover sebuah lagu penutup dari salah satu anime (Animasi Jepang 2D) yang terkenal. Dan kemarin telah rilis seri terbaru dikarenakan ending cerita yang tahun lalu tidak sesuai dengan film Layar Lebarnya.

Senin, 06 April 2015

Kompilasi Masa Kanak-kanak

Berikut adalah video kompilasi dari Power Ranger tahun 90'an. Dimana Power Ranger adalah salah satu tayangan yang dapat menghibur anak-anak pada tahun tersebut >.<

Greeting

Nama saya Gede Arya Kevin Kusuma Pradana. Saya kuliah di Universitas Pendidikan Ganesha dalam Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang. NIM saya 1412061025. Sekian perkenalan diri dari saya